Rabu, 04 Mei 2011

KELEZATAN GADO – GADO FILSAFAT

Siapa yang tak kenal dengan makanan asli ini? Gado-gado, makanan dari Betawi ini terdengar seperti “campur-campur”. Benar sekali memang, makanan ini memang campur-campur alias berbagai macam sayuran sehat ada didalamnya. Gado-gado terdiri dari macam-macam sayuran yang direbus dan dicampur jadi satu didalamnya. Sayurannya pun beragam, ada sayuran hijau yang diiris kecil-kecil seperti selada, kubis, bunga kol, kacang panjang, tauge, mentimun, tomat, kentang rebus yang diiris, telur rebus dan dilumuri bumbu kacang yang lezat.

Hampir sama dengan gado – gado, filsafat juga campur – campur dan beranekaragam penyusun di dalamnya. Jika pada gado – gado terdiri dari sayuran – sayuran, maka pada filsafat terdiri dari beranekaragam objek, dimana meliputi yang ada dan yang mungkin ada. Kira – kira antara yang ada dan yang mungkin ada munculnya duluan mana ya? Apakah sesuatu yang ada? Atau apakah yang mungkin ada? Pertanyaan ini hampir senada dengan mana yang duluan telur atau ayam? Sesuatu yang membingungkan!! Coba perhatikan berikut ini! Bapak Marsigit akan menulis pada papan tulis yang masih bersih. Potensi apa yang ada pada papan tulis yang bersih itu? Mungkin gambar kelinci, gambar tupai atau bahkan tulisan singkat dari bapak Marsigit. Bagi Bapak Marsigit antara yang ada dan yang mungkin ada lebih duluan yang mungkin ada, karena beliau memikirkan dulu di pikiran, beliau hendak membuat apa. Jika Bapak Marsigit memberi potensi gambar kelinci pada papan tulis itu berarti gambar kelinci sudah berada dalam benak atau pikiran bapak Marsigit, berarti gambar kelinci adalah yang mungkin terjadi bagi Bapak Marsigit. Berarti antara yang ada dan yang mungkin ada lebih dahulu yang mungkin ada bagi Bapak Marsigit. Bagi kita yang melihat gambar kelinci tersebut, gambar kelinci merupakan sesuatu yang ada, hal ini disebabkan karena kita melihat sesuatu yang sudah ada terlebih dahulu. Berarti bagi kita yang melihat, antara yang ada dan mungkin ada lebih dahulu yang ada. Kesimpulannya antara yang ada dan yang mungkin ada lebih dahulu yang mana itu tergantung sudut pandang yang mengamati atau melihatnya. Begitulah ilustrasi sederhana untuk menjawab mana yang lebih dahulu antara yang ada atau yang mungkin ada. Begitulah berpikir filsafat, bebas menembus ruang dan waktu dan perlu diingat berfikir filsafat berdimensi – dimensi.

Masih tentang objek, objek merupakan syarat mutlak dari suatu ilmu. Karena objek inilah yang menentukan langkah-langkah lebih lanjut dalam pengupasan lapangan ilmu pengetahuan itu. Tanpa adanya objek tertentu maka dapat dipastikan tidak akan adanya pembahasan yang mapan. Objek dibagi menjadi dua yakni objek material yang bisa diartikan sebagai “isi” dan objek formal yang dapat diartikan sebagai “wadah”. Contohnya botol berisi air putih berarti air putih sebagai objek material dan botolnya adalah sebagai objek formal. Dan ternyata botol juga bisa menjadi isi dari tas, berarti botol sebagai objek formal dari air putih bisa menjadi objek material dari kantong plastik. Dan sebenarnya – benarnya objek formal bisa menjadi objek material begitupun sebaliknya.

Jika dalam gado – gado terdapat telur dan dilengkapi dengan nasi atau lontong maka dalam gado – gado filsafat dilengkapi dengan fenomena. Fenomena dalam filsafat ada dua, yakni kaum pengikut Permenides, dimana Permenides menyatakan fenomena itu selalu bergerak secara tetap. Dan yang kedua adalah kaum pengikut Heraclitos. Heraclitos menyatakan bahwa fenomena itu selalu berubah. Jika tesisnya adalah fenomena maka antitesisnya adalah noumena, menurut Immanuel Kant noumena adalah sesuatu yang tidak dapat dipikirkan seperti roh. Kalau kita iseng – iseng memikirkan sesuatu apakah kelak akan menjadi sebuah kenyataan? Berpikir sebaiknya berpikir yang terang. Terang di pikiran, terang di jiwa serta terang di badan. Untuk memahami terang dalam berpikir sebaiknya kita memahami terlebih dahulu tentang hakekat berpikir yakni ketika seseorang bisa mengambil keputusan. Selain terang dalam berpikir, terang dalam hati yakni ketika diri saya sendiri, kamu, dia, kalian serta mereka merasa tidak ada jarak dengan Yang Mahakuasa.

Kelezatan sepiring gado – gado biasanya terletak pada kelezatan bumbu kacangnya. Jelas untuk mendapatkan bumbu kacang yang lezat harus adil dalam memadu – madankan bermacam – macam bumbu dan kacang atau proporsi aneka ragam komposisi bumbu kacang harus sesuai takaran. Dalam filsafat hal ini disebut dengan commensurable. Berbeda dengan commensurable, icomensurable adalah mengukur dengan ukuran yang sama serta adil. Contoh konkret dari icomensurable adalah masyarakat perumnas, tinju antara kelas bulu vs tinju kelas atas.

Agar gado – gado rasanya tambah mantap maka tambah aja cabainya, hingga dikenal gado – gado mercon yang mantap dengan rasa pedasnya. Senada dengan itu, agar lebih mantap belajar filsafat maka perlu diperbanyak membaca eleginya. Karena sebenarnya di setiap elegi memiliki jiwa spirit. Mempunyai banyak makna di dalamnya yang bisa kita petik. Diantara banyak elegi karangan Bapak Marsigit, pada salah satu elegi menyebut tentang orang seksi, siapakan orang terseksi tersebut? ternyata makna dari orang seksi tersebut adalah seseorang yang mempunyai kemampuan serta berpengaruh terhadap orang lain. Dalam hal ini adalah presiden AS yakni Obama. Keren!!! Elegi yang menarik selanjutnya adalah elegi “Surat Terbuka untuk Presiden” –lah yang merupakan elegi terformal. Adapun elegi tentang tema suatu kelas tentang hantu dan kematian yang menarik perhatian saya. Kita mengetahui bahwa setiap omongan kita adalah doa, setiap langkah kita adalah doa, bahkan setiap langkah perbuatan kita adalah doa. Dari sisi sosiologis tema itu menggambarkan generasi muda yang mulai kehilangan fondamen, kenakalan remaja dimana – mana. Sebagai calon pendidik marilah kita mencari solusi masalah ini bersama – sama. Begitu besarnya manfaat serta pengaruh elegi dalam belajar filsafat bak pengaruh Hilbert terhadap matematika Indonesia, yakni Hilbert-lah yang berhasil membangun konsep matematika formal dan melahirkan struktur matematika.

Selain rasanya yang lezat, gado-gado terdapat banyak kandungan gizi yang baik untuk tubuh kita.itulah manfaat dari lezatnya sepiring gado-gado. Tidak mau kalah dengan kelezatan gado – gado, gado – gado filsafat juga memiliki implementasi atau manfaat. Mulai dari implementasi filsafat dalam kehidupan kita sehari- hari sampai dengan implementasi filsafat dalam bidang pendidikan. Kita sudah mempelajari tentang tiga aspek atau pilar dalam filsafat. Tiga pilar tersebut adalah antologi , epistimologi dan aksiologi. Aspek antologi digunaka untuk menjawab pertanyaan apa dan bagaimana, kemudian aspek epistimologi menjawab pertanyaan mengapa, selanjutnya aksiologi digunakan untuk menjawab pertanyaan untuk apa.

Tiga pilar filsafat tersebut bisa masuk ke segala aspek kehidupan, tak terkecuali pendidikan. Manfaat filsafat dalam pendidikan yakni bisa mengetahui kualitas pendidikan , dimana kualitas itu sifatnya bertingkat – tingkat. Berikut adalah gambaran tingkatan dari kualitas. Tidak usah ambil contoh jauh – jauh. Lihatlah pada dirimu sendiri. Kualitas pertama dari diri anda sendiri adalah wajah anda, make up anda jika anda wanita, selanjutnya kualitas yang kedua pada diri anda adalah pikiran anda, perasaan anda , bahkan cita – cita anda dan lain sebagainya. Begitu berikutnya sampai kualitas ke – n pada diri anda sendiri. Berbicara tentang kualitas pendidikan, kita bisa menengoknya di blog Bapak Marsigit dalam elegi yang berjudul ”Elegi Burung di Pagi Hari dan Jangkring di Malam Hari”. Kita mengetahui pendidikan di Indonesia sekarang masih sangat kritis. Pemberontakan pendidikan sering terjadi di mana – mana , tempurung pendidikan juga masih belum banyak yang diungkap, pro dan kotra masalah Ujian Nasinal (UN) , dan tentu masih banyak masalah – masalah pendidikan yang lainnya.

Pemberontakan pendidikan ternyata juga dibahas dalam filsafat. Wow… memang kajian filsafat sangatlah luas. Pemberontakan pendidikan yang akhir –akhir ini baru terjadi adalah demo mengenai Sisdiknas tahun 2003 yang bertempatkan di Jln. Malioboro. Demo yang bertemakan “ Anti Kapitalisme dalam Bidang Pendidikan” ini menuntut adanya pendidikan murah.

Tidak hanya pemberontakan pendidikan, pendidikan karakter serta pro kotra UN juga masuk dalam kajian filsafat. Sekarang ini digembor – gemborkan memasukkan pendidikan karakter dalam sekolah serta setiap mata pelajaran. Manfaat pendidikan karakter pada pendidikan di Indonesia adalah menanamkan karakter yang berbudi pada masing – masing jiwa peserta didik.

Berpindah ke masalah Ujian Nasional (UN), banyak yang pro dan kotra dalam menanggapi masalah UN ini. Berbicara tentang Ujian Nasional teringat pada elegi Bapak Marsigit yang berjudul “ Serba – Serbi Unas”. Dalam elegi tersebut diceritakan hal – hal yang dilakukan orang tua peserta didik, peserta didik, para pendidik serta pihak sekolah agar anak didiknya bisa lulus UN, mulai dari doa bersama, mengembleng soal – soal bahkan sampai pergi ke dukun minta jampi – jampi. Sungguh tragis. Pemerintah menyadari bahwa Ujian Nasional (UN) adalah bentuk ketidakkonsistenan kebijakkan pemerintah. Walaupun begitu , hal yang mustahil untuk menghapus UN karena UN merupakan sebuah proyek oleh pemerintah.

Berdasarkan uraian di atas, kita telah mengungkap rahasia dibalik kelezatan sepiring gado – gado dan gado – gado filsafat. Karena berpikir filsafat bebas menembus dimensi ruang dan waktu, maka maaf atas segala kelancangan dalam menembus dimensi ruang dan waktu. Sekarang kita mengetahui bahwa kelezatan gado – gado filsafat tidak kalah dengan kelezatan sepiring gado – gado yang terdiri dari sayuran hijau yang diiris kecil-kecil seperti selada, kubis, bunga kol, kacang panjang, tauge, mentimun, tomat, kentang rebus yang diiris, telur rebus dan dilumuri bumbu kacang yang lezat. Ayo lebih semangat belajar filsafat.

1 komentar: